Padang – Lembaga Advokasi Kebudayaan dan Adat Minangkabau (LAKAM) menyoroti konflik di Nanggalo yang melibatkan dua anak nagari sebagai tersangka dugaan perusakan kantor KAN. LAKAM menilai kasus ini bukan sekadar perkara pidana, tetapi menyangkut marwah adat, legitimasi kelembagaan, dan harmoni sosial di tengah masyarakat Minangkabau.
1. Konflik Bukan Sekadar Pidana
Kasus Nanggalo lahir dari perbedaan tafsir atas kepemilikan aset nagari serta ketegangan antara hukum adat dan hukum positif. Jika hanya dipandang sebagai tindak pidana (Pasal 406 KUHP), maka penyelesaian akan melahirkan ketidakadilan sosial, memperuncing perpecahan masyarakat, dan mengabaikan nilai adat yang selama ini menjadi pegangan hidup orang Minangkabau.
2. Pentingnya Jalan Adat
Adat Minangkabau memiliki mekanisme penyelesaian konflik yang mengutamakan musyawarah, mufakat, dan pemulihan hubungan sosial. Prinsip “duduak samo randah, tagak samo tinggi” harus menjadi dasar penyelesaian, agar marwah nagari tetap terjaga dan generasi muda tidak kehilangan kepercayaan pada lembaga adat.
3. Seruan LAKAM
Restorative Justice berbasis adat harus menjadi jalan utama, dengan melibatkan ninik mamak, KAN, LKAAM, dan seluruh unsur masyarakat.
Rapek nagari harus segera digelar sebagai forum resmi penyelesaian yang mengedepankan mufakat.
Hybrid system (Hukum + Adat) dapat ditempuh, di mana hasil musyawarah adat menjadi dasar pertimbangan aparat penegak hukum dalam melanjutkan atau meringankan proses perkara.
4. Panggilan untuk Aparat & Publik
LAKAM mendesak aparat penegak hukum agar membuka ruang dialog dengan lembaga adat dan memberi kesempatan penuh pada mekanisme restorative justice. Kepada masyarakat, LAKAM mengimbau untuk tetap tenang, tidak terprovokasi, dan mendukung proses penyelesaian melalui jalur adat.(ril)






