matabangsa.com – Jakarta | Nilai impor Jakarta selama Januari–Oktober 2025 menunjukkan peningkatan signifikan dan menegaskan kembali posisi Jakarta sebagai pusat aktivitas perdagangan nasional. Berdasarkan data terbaru, total impor mencapai US$ 65.895,20 juta. Angka ini diperoleh dari BPS DKI Jakarta, lebih tinggi 4,54 persen dibanding periode yang sama tahun 2024, sekaligus mencerminkan meningkatnya permintaan industri dan konsumsi di wilayah Jabodetabek. Pemerintah daerah menilai lonjakan ini sebagai sinyal pemulihan ekonomi yang semakin stabil sepanjang 2025.
Peningkatan impor tersebut terutama didorong oleh menguatnya impor nonmigas yang berperan besar dalam menyumbang pertumbuhan kumulatif. Impor nonmigas tercatat mencapai US$ 63.753,40 juta atau naik 5,19 persen dibanding tahun sebelumnya. Lonjakan ini memperlihatkan bahwa kebutuhan sektor industri terhadap bahan baku dan barang modal di Jakarta terus tumbuh seiring meluasnya aktivitas manufaktur, logistik, dan konstruksi.
Di sisi lain, impor migas justru mengalami penurunan cukup tajam. Nilainya berkurang hingga US$ 282,78 juta atau minus 11,66 persen dibanding periode Januari–Oktober 2024. Penurunan ini terutama berasal dari melemahnya impor bahan bakar mineral. Tren tersebut sejalan dengan kebijakan efisiensi energi, peralihan ke energi bersih, serta melemahnya permintaan industri terhadap komoditas berbasis fosil.
Untuk periode Oktober 2025 saja, nilai impor Jakarta tercatat sebesar US$ 7.200,49 juta. Angka ini tumbuh 1,64 persen dibanding Oktober 2024. Kenaikan tersebut dipicu oleh meningkatnya nilai impor nonmigas yang mencapai US$ 6.947,11 juta, atau tumbuh 2,01 persen secara tahunan. Sementara itu, impor migas pada bulan yang sama turun 7,56 persen sehingga menahan potensi pertumbuhan lebih tinggi.
Data komoditas menunjukkan bahwa kelompok barang kendaraan dan bagiannya menjadi penyumbang lonjakan terbesar sepanjang 2025. Nilai impor kelompok ini meningkat hingga US$ 1.524,84 juta atau 26,23 persen secara tahunan. Lonjakan tersebut berkaitan erat dengan tingginya penjualan kendaraan baru di perkotaan serta kebutuhan industri transportasi yang terus berkembang.
Kelompok komoditas mesin dan perlengkapan elektrik juga mengalami lonjakan signifikan. Nilai impor kategori ini naik US$ 958,43 juta atau 13,78 persen. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh maraknya pengembangan pabrik elektronik, investasi data center, serta permintaan peralatan listrik rumah tangga yang terus meningkat di wilayah urban.
Komoditas mesin dan peralatan mekanis turut mencatat pertumbuhan positif dengan kenaikan US$ 752,61 juta atau 6,22 persen. Kenaikan permintaan terhadap komoditas ini berhubungan erat dengan geliat pembangunan infrastruktur dan ekspansi sektor manufaktur. Hal ini memperlihatkan bahwa investasi di sektor riil Jakarta menunjukkan tren meningkat.
Dalam kerangka negara asal impor, Tiongkok tetap mendominasi sebagai pemasok terbesar. Nilai impor dari Tiongkok mencapai US$ 28.427,08 juta atau 43,14 persen dari total impor Jakarta. Pertumbuhan impor dari negara tersebut mencapai 15,14 persen secara tahunan, memperlihatkan ketergantungan tinggi Jakarta terhadap barang-barang asal Tiongkok.
Jepang berada di posisi kedua dengan nilai US$ 6.860,80 juta atau 10,41 persen dari total impor. Sedangkan Thailand berada di posisi ketiga dengan kontribusi US$ 4.804,35 juta atau 7,29 persen. Ketiga negara ini mendominasi dan mengisi hampir separuh kebutuhan impor strategis bagi industri Jakarta, terutama kendaraan, elektronik, dan komponen mesin.
Jika ditinjau dari golongan penggunaan barang (BEC), impor barang modal mencatat peningkatan paling signifikan. Nilai impor barang modal naik US$ 2.530,19 juta atau 16,83 persen. Kenaikan ini mencerminkan meningkatnya pembangunan fasilitas produksi, perluasan kapasitas manufaktur, dan meningkatnya investasi sektor industri.
Berdasarkan data BPS, impor barang konsumsi juga mencatat kenaikan positif sebesar US$ 263,64 juta atau 3,25 persen. Sementara impor bahan baku dan penolong naik tipis sebesar 0,17 persen, namun tetap menjadi kelompok dominan dengan nilai impor mencapai US$ 39.948,28 juta atau 60,62 persen dari total impor Jakarta. Hal ini memperlihatkan bahwa industri masih menjadi motor utama pergerakan ekonomi daerah.
Secara keseluruhan, data impor Jakarta 2025 menunjukkan struktur ekonomi yang dinamis dan menunjukkan arah pemulihan yang stabil. Kenaikan impor nonmigas, terutama barang modal dan bahan baku, menjadi indikator kuat bahwa aktivitas industri kembali pulih pascapandemi. Pemerintah daerah memandang kondisi ini sebagai peluang untuk mempercepat transformasi ekonomi melalui sektor industri, teknologi, dan logistik.
Selain itu, dominasi Tiongkok dalam struktur impor Jakarta kembali menguat sepanjang periode Januari–Oktober 2025. Berdasarkan data terbaru, nilai impor dari Tiongkok mencapai US$ 28.427,08 juta atau 43,14 persen dari total impor Jakarta. Angka ini meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya dan menunjukkan ketergantungan tinggi terhadap barang asal negara tersebut. Kenaikan permintaan industri dan kebutuhan konsumsi masyarakat menjadi faktor utama meningkatnya nilai impor dari Tiongkok.
Pertumbuhan impor dari Tiongkok tercatat mencapai 15,14 persen dibanding periode yang sama tahun 2024. Kenaikan tersebut jauh lebih tinggi dibanding tren impor dari negara-negara pemasok lainnya, menandakan produk Tiongkok semakin mendominasi kebutuhan industri Jakarta. Tidak hanya di sektor manufaktur, komoditas impor dari Tiongkok juga banyak digunakan untuk logistik, teknologi, hingga kebutuhan ritel modern.
Jepang menempati posisi kedua sebagai negara pemasok barang impor terbesar bagi Jakarta. Nilai impornya tercatat mencapai US$ 6.860,80 juta atau 10,41 persen dari total impor Jakarta. Jepang menjadi pemasok utama untuk komoditas kendaraan bermotor, mesin berteknologi tinggi, dan komponen industri. Meski kontribusinya cukup besar, pertumbuhan impor dari Jepang hanya naik 3,18 persen secara tahunan.
Thailand berada di posisi ketiga dengan kontribusi sebesar US$ 4.804,35 juta atau 7,29 persen. Negara ini menjadi pemasok penting untuk kendaraan rakitan, suku cadang otomotif, dan sejumlah barang konsumsi. Kenaikan impor dari Thailand dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan kendaraan penumpang di Jakarta serta kebutuhan industri perakitan otomotif sepanjang 2025. (***)
Caption Foto: Petugas memeriksa kontainer impor nonmigas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yang mengalami peningkatan aktivitas sepanjang 2025. Screenshot BPS
Tags: #ImporJakarta, #Ekonomi2025, #BPS, #Nonmigas, #PerdaganganInternasional,






