matabangsa.com – Medan | Rangkaian bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera sejak akhir November 2025 menjadi peringatan terbesar bahwa kerusakan lingkungan di Indonesia telah memasuki fase kritis. Menyikapi bencana tersebut, Presidium Mimbar Rakyat Anti Korupsi (MARAK) Arief Tampubolon menyatakan bahwa peristiwa ini merupakan akibat nyata dari kejahatan korupsi sumber daya alam yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Dalam momentum Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkodia) 9 Desember 2025, Arief menyampaikan keprihatinan mendalam sekaligus peringatan keras kepada pemerintah agar tidak memandang bencana tersebut sebagai kejadian alam biasa. Menurutnya, banjir dan longsor kali ini menunjukkan tanda-tanda kerusakan hutan, bukit tambang, dan sistem irigasi yang gagal, akibat praktik korupsi yang merajalela.
Arief menuturkan bahwa korupsi alam tak hanya mencuri kekayaan negara, tetapi menghancurkan ekosistem yang menjadi benteng kehidupan masyarakat. “Ketika hutan habis, sungai rusak, dan tambang dikeruk tanpa aturan, yang jatuh bukan hanya ekonomi, tetapi nyawa rakyat,” katanya di Medan, Selasa (9/12/2025).
Ia menegaskan bahwa praktik pembalakan liar yang dibiarkan, izin tambang bodong, serta aktivitas mafia tanah yang merusak kawasan konservasi merupakan bentuk nyata korupsi yang selama ini tidak ditindak tegas. Kerusakan tersebut menyebabkan tanah kehilangan daya serap, sehingga banjir dan longsor menjadi lebih fatal.
Arief menyoroti bahwa nilai kerugian negara akibat korupsi alam jauh lebih besar dibandingkan korupsi di sektor anggaran negara. Ia menyebut kerugian itu mencapai minimal Rp 11.000 triliun, angka yang mencerminkan nilai hilangnya hutan, mineral, dan potensi ekonomi yang rusak akibat eksploitasi liar.
Bencana yang melanda Sumatera menurutnya adalah bukti bahwa korupsi alam telah dilakukan secara sistemik dan melibatkan banyak pihak. Ia mengingatkan bahwa pemerintah tidak boleh hanya sibuk melakukan respons darurat, tetapi harus melakukan penegakan hukum yang menyasar akar persoalan.
Arief meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mengerahkan seluruh kekuatan lembaga penegak hukum—mulai dari KPK, Kejaksaan Agung, TNI, hingga Polri—untuk membongkar jaringan korupsi alam. Ia menilai tanpa ketegasan presiden, praktik ilegal akan terus berjalan dan menimbulkan bencana yang lebih besar.
Ia juga mengingatkan bahwa bencana Sumatera seharusnya menjadi titik balik bagi pemerintah dalam meninjau ulang seluruh perizinan sumber daya alam yang diberikan selama ini. Menurutnya, audit total terhadap industri kehutanan, pertambangan, dan perkebunan harus dilakukan demi memastikan siapa saja yang terlibat dalam kejahatan lingkungan.
Arief juga menekankan perlunya penindakan terhadap oknum penegak hukum yang diduga terlibat dalam pembiaran. Ia menyebut bahwa selama ini banyak kasus besar tidak berjalan karena adanya permainan di dalam institusi. “Tidak ada gunanya bicara pemberantasan korupsi kalau oknum aparat ikut main,” tegasnya.
Ia mendesak Presiden Prabowo untuk membuktikan komitmennya yang kerap disampaikan dalam berbagai kesempatan kenegaraan. Menurut Arief, masyarakat ingin melihat tindakan nyata berupa penyitaan aset, penangkapan mafia, dan pemiskinan para pelaku yang selama ini merusak alam Indonesia.
Arief berharap pemerintah menetapkan Harkodia 2026 sebagai target pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi alam. Dengan masuknya triliunan rupiah ke kas negara, ia meyakini program rehabilitasi lingkungan dan pembangunan masyarakat di daerah terdampak dapat dilakukan secara cepat.
Mengakhiri pernyataannya, Arief meminta seluruh elemen masyarakat untuk turut mengawasi proses pemberantasan korupsi alam. Ia menegaskan bahwa perjuangan ini merupakan investasi untuk masa depan bangsa. “Jika kita tidak bertindak hari ini, maka generasi berikut yang akan membayar harganya,” tutupnya.(***)
Caption Foto: Banjir dan longsor di Sumatera disebut sebagai dampak kejahatan korupsi alam, MARAK mendesak Presiden Prabowo bertindak tegas pada Harkodia 2025.
Tags: #BencanaSumatera, #KorupsiAlam, #Harkodia2025, #PrabowoSubianto, #LingkunganIndonesia,






