matabangsa.com – Medan | Ribuan warga turun ke jalan saat aksi damai akbar yang digelar oleh Sekretariat Bersama Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis Sumatera Utara (Sekber) di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30, Senin (10/11/2025).
Aksi ini digelar sebagai bentuk keprihatinan mendalam atas krisis ekologis dan sosial yang melanda kawasan Tapanuli Raya akibat operasi industri kehutanan PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang sudah berlangsung hampir empat dekade.
Dalam pembacaan pernyataan sikap, Pimpinan Aksi, Rokki Pasaribu, menegaskan bahwa “perusakan hutan telah melahirkan bencana yang tidak hanya menelan korban jiwa dan materi, tetapi juga menyisakan trauma mendalam, terutama bagi perempuan dan anak-anak.”
Sekber juga menyoroti bahwa hak asasi manusia dilanggar dalam konflik agraria dan perampasan ruang hidup masyarakat adat yang terkait aktivitas industri TPL. Ketua Sekber, Partor Walden Sitanggang, menyatakan bahwa “banyak masyarakat adat yang dikriminalisasi, diintimidasi, bahkan diteror karena mempertahankan tanah ulayatnya.”
Dalam pandangan organisasi ini, TPL bukan sekadar simbol eksploitasi ekologis, tetapi juga katalisator konflik sosial yang menempatkan masyarakat adat sebagai korban berlapis: kehilangan hutan, lahan, dan martabat.
Aksi ini juga mengangkat pernyataan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang pada 13 Oktober 2025 menyebut TPL memiliki alas hak sah dan kegiatan “tidak boleh dihalangi”. Sekber menilai pernyataan tersebut mencerminkan keberpihakan pemerintah provinsi terhadap korporasi, bukan terhadap rakyat dan lingkungan.
Sekretaris Sekber, JP Robinsar Siregar, menegaskan bahwa “Gubernur seharusnya berpihak pada rakyat, bukan pada izin formal perusahaan. Ketika rakyat menderita dan alam rusak, negara wajib berpihak pada keadilan ekologis.”
Dalam pernyataannya, Sekber menyampaikan empat poin tuntutan: mendesak gubernur menyatakan kepedulian terhadap korban, hadir langsung di lapangan, menyurati Presiden RI untuk mencabut izin TPL, dan mendesak Presiden untuk menutup TPL secara permanen.
Para peserta membawa pesan moral agar pemerintah dan seluruh elemen bangsa menjadikan Tapanuli Raya dan Danau Toba sebagai “rumah bersama” yang damai, adil, dan lestari. Rokki Pasaribu menambahkan: “Perdamaian sejati tidak akan lahir di atas reruntuhan hutan dan air mata rakyat. Kami menuntut keadilan ekologis yang nyata, bukan janji.”
Amatan di lapangan menunjukkan jalan utama diblokade sementara untuk aksi tersebut. Ribuan massa hadir, dan sekitar empat ribu personil gabungan turut bersiaga mengawal jalannya aksi.
Suasana tetap tertib dan aman meskipun massa memadati kawasan depan kantor gubernur. Long-march dan orasi berjalan sesuai rencana.
Koordinator aksi menyatakan bahwa aksi ini adalah hasil akumulasi dari kekecewaan masyarakat terhadap kondisi lingkungan dan hak-hak adat yang terluka selama puluhan tahun.
Mereka berharap agar pemerintah provinsi maupun nasional segera mengambil langkah konkret, bukan hanya retorika.
Sekber turut menyampaikan bahwa aksi ini akan berlanjut jika tidak ada tindak lanjut nyata dari pihak berwenang.
Dengan demikian, mereka mengajak seluruh masyarakat untuk tetap waspada dan aktif dalam menjaga ruang hidup bersama agar tetap adil dan lestari.
Tags:
#SekberKeadilanEkologis, #TutupTPL, #DanauToba, #TapanuliRaya, #KeadilanLingkungan, #AksiDamaiMedan, #SumateraUtara






