Ekspor Riau Turun, BPS Soroti Kinerja Komoditas Unggulan yang Melemah Akibat Tekanan Global

Ekonomi, Nasional54 Dilihat

matabangsa.com – Pekanbaru | Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau melaporkan bahwa kinerja ekspor daerah tersebut mengalami penurunan cukup signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Penurunan ini terutama disebabkan melemahnya harga komoditas unggulan di pasar internasional, terutama pada sektor minyak sawit yang selama ini menjadi tumpuan utama ekspor Riau. Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah daerah, pelaku industri, maupun masyarakat yang bergantung pada sektor perkebunan.

Penurunan nilai ekspor yang dirilis BPS tidak hanya mencerminkan melemahnya daya dorong ekonomi global, tetapi juga menunjukkan betapa rentannya struktur ekspor Riau yang sangat bergantung pada komoditas tertentu. Kepala BPS Riau menjelaskan bahwa perubahan harga crude palm oil (CPO) dunia menjadi faktor paling dominan yang menyebabkan terkoreksinya nilai ekspor. Ditambah lagi, sejumlah negara importir terbesar sedang mengalami perlambatan ekonomi sehingga volume permintaan ikut menurun.

Dalam laporan yang sama, BPS menyampaikan bahwa negara tujuan ekspor utama seperti India, Tiongkok, Pakistan, dan Belanda mulai mengurangi pembelian komoditas berbasis sawit akibat tingginya stok dalam negeri serta kebijakan pengetatan impor. Situasi ini pada akhirnya menekan pelaku industri di Riau yang selama bertahun-tahun mengandalkan stabilitas pasar internasional untuk mendongkrak pendapatan.

Selain faktor eksternal, terdapat pula kondisi domestik yang turut memengaruhi pelemahan ekspor. Gangguan distribusi akibat cuaca ekstrem dan terbatasnya kapasitas transportasi laut dalam beberapa bulan terakhir membuat proses pengiriman barang tidak berjalan optimal. Pelaku industri mengeluhkan lamanya waktu tunggu kapal serta tingginya biaya logistik yang menyebabkan daya saing produk menurun di pasar global.

BPS mencatat bahwa kelompok komoditas nonmigas juga ikut menunjukkan tren penurunan, meskipun tidak sedalam komoditas utama. Produk karet, bahan kimia, dan komoditas olahan perkebunan lainnya mengalami penyusutan volume pengiriman. Beberapa perusahaan bahkan mulai mengurangi kapasitas produksi sementara untuk menyesuaikan dengan lemahnya permintaan.

Melemahnya kinerja ekspor secara langsung berdampak pada sektor pendukung lainnya, terutama jasa transportasi, logistik, dan pembiayaan. Pengusaha angkutan laut di perairan Dumai dan Siak melaporkan berkurangnya aktivitas bongkar muat. Hal ini menyebabkan sebagian tenaga kerja harian mengalami pengurangan jam kerja dan pendapatan.

Di sisi lain, petani sawit di berbagai daerah di Riau ikut merasakan dampaknya. Harga tandan buah segar (TBS) turun secara bertahap dan membuat pendapatan petani menurun drastis. Banyak petani berharap adanya intervensi pemerintah untuk menstabilkan harga, termasuk mendorong penyerapan oleh industri hilir dalam negeri.

Meski kondisi ekspor melemah, BPS menegaskan bahwa masih terdapat peluang pemulihan apabila pemerintah dan pelaku industri mampu memperkuat diversifikasi pasar. Riau dinilai perlu membuka akses pasar baru di Asia Selatan, Afrika Timur, serta Eropa Timur yang menunjukkan pertumbuhan permintaan produk tropis. Namun proses diversifikasi membutuhkan waktu, investasi, serta kebijakan yang konsisten.

BPS juga menekankan pentingnya hilirisasi komoditas untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Industri sawit misalnya, dinilai perlu memperluas kemampuan produksi produk turunan bernilai tambah tinggi seperti oleokimia, biodiesel, dan produk pangan olahan. Langkah ini diyakini dapat meningkatkan daya saing sekaligus memberikan nilai ekonomi yang lebih stabil.

Pemerintah Provinsi Riau telah merespons laporan BPS tersebut dengan menyusun sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah melakukan pembahasan lintas sektor dengan pelaku usaha, asosiasi petani, dan akademisi untuk mencari formula terbaik dalam mengamankan stabilitas harga komoditas. Pemerintah juga sedang menyusun skema insentif bagi industri yang ingin mengembangkan produk turunan berbasis sawit dan karet.

Sementara itu, pelaku industri menyatakan bahwa dukungan kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah biaya logistik yang terus meningkat. Mereka berharap pemerintah melakukan modernisasi pelabuhan, memperbaiki sarana jalan menuju kawasan industri, serta membuka lebih banyak jalur ekspor langsung ke negara tujuan tanpa harus transit di pelabuhan lainnya.

Ekonom lokal menilai bahwa penurunan ekspor ini bisa menjadi momentum bagi Riau untuk mempercepat reformasi struktur ekonominya. Ketergantungan tinggi pada komoditas tunggal seperti sawit dinilai tidak berkelanjutan di tengah fluktuasi harga dunia. Dibutuhkan penguatan sektor industri, pariwisata, dan jasa agar perekonomian Riau lebih tahan terhadap gejolak global.

Walau demikian, BPS optimis bahwa pemulihan global yang diperkirakan mulai terlihat tahun depan dapat memberikan sentimen positif bagi ekspor Riau. Apalagi beberapa negara tujuan utama sudah mulai menurunkan tingkat inflasi domestik, sehingga permintaan barang impor diprediksi meningkat secara bertahap.

Untuk saat ini, BPS mengimbau seluruh pemangku kepentingan tetap memantau dinamika harga dunia serta menyusun strategi bersama guna menjaga daya saing ekspor. Masyarakat dan pelaku usaha di Riau diharapkan tetap waspada namun tidak panik, karena siklus ekonomi global memang kerap mengalami naik turun dalam jangka pendek.(***)

Tags: #EkonomiRiau, #Impor2025, #IndustriRiau, #PerdaganganRiau, #BPSRiau,
Foto caption: Aktivitas bongkar muat di pelabuhan Riau tampak stabil meski tren impor menurun sepanjang 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *