Industri animasi Indonesia kini sedang berada di puncak kejayaan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, sebuah film animasi karya anak bangsa berhasil menembus layar lebar bioskop di seluruh Indonesia. Ini bukan hanya pencapaian artistik, melainkan juga bukti nyata dari semangat dan motivasi hidup para kreator di balik layar yang tak pernah padam. Keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi banyak generasi muda untuk mengejar impian di dunia kreatif.
”Jumbo”: Lompatan Raksasa Animasi Lokal
Film animasi “Jumbo,” yang disutradarai oleh Ryan Adriandhy, telah mencuri perhatian publik sejak dirilis pada 31 Maret 2025. Melansir informasi yang ada, film ini berhasil menyedot lebih dari tujuh juta penonton dalam waktu sebulan, menjadikannya film animasi terlaris di Indonesia saat ini. Antusiasme yang luar biasa ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari penerimaan masyarakat terhadap kualitas karya lokal.
Kesuksesan “Jumbo” tak lepas dari dedikasi dan kerja keras ratusan talenta kreatif Indonesia. Mengutip Maximillian Serafino Suprapto, seorang animator alumni IPDM Petra Christian University (PCU) Surabaya yang terlibat dalam produksi Jumbo, ia berkontribusi di tahap blocking, animasi, hingga clean up, menghasilkan sekitar 30-40 menit gambar dalam empat bulan. Maximillian mengungkapkan kegembiraannya melihat film yang ia bantu bisa sukses dan diterima masyarakat.
Produksi film animasi ini memang membutuhkan kesabaran dan ketelitian luar biasa. Ryan Adriandhy menggambarkan proses pengerjaan “Jumbo” seperti membuat “kue lapis”, yakni pelan-pelan, berlapis, dan sangat teknis. Setiap detik animasi memerlukan 24 ilustrasi yang harus diberi warna, suara, serta disatukan secara presisi. “Semua yang ada di layar lahir dari imajinasi kami, dan itulah tantangan terbesarnya,” kata Ryan.
Animator Indonesia di Kancah Global: Bukti Potensi Tak Terbatas
Keberhasilan “Jumbo” di dalam negeri hanyalah salah satu sisi dari geliat industri animasi Indonesia. Faktanya, animator Indonesia telah lama menorehkan prestasi di kancah internasional. Sebut saja Sashya Subono, animator asal Indonesia yang terlibat dalam pembuatan film Hollywood seperti “A Minecraft Movie” (2025), “Kingdom of the Planet of the Apes” (2024), dan “Avatar: The Way of Water” (2022). Menurut informasi yang ada, Sashya mengerjakan desain wajah karakter Piglin, Dennis, dan Zombie untuk “A Minecraft Movie” selama sekitar 6 bulan.
Dikutip dari data Asosiasi Industri Animasi Indonesia (AINAKI) tahun 2020, dalam rentang tahun 2015 hingga 2019, animasi Indonesia tumbuh hingga 153% dengan rata-rata kenaikan 26% per tahun. Ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar di sektor ini, ditunjang oleh kualitas animator yang andal. Akademisi animasi Institut Kesenian Jakarta, Ades Adrian, mengatakan, “Animator Indonesia bisa dibilang andal karena satu animator biasanya mampu mengerjakan modelling, texturing, mapping, animatic, bahkan rendering. Sementara di perusahaan animasi Hollywood seperti Pixar dan Disney cenderung lebih spesifik.”
Pendidikan dan Kolaborasi: Kunci Regenerasi Motivasi
Tingginya potensi ini disadari penuh oleh pemerintah dan para pelaku industri. Menurut Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), terdapat sekitar 105 sekolah menengah kejuruan dengan jurusan animasi dan ratusan sekolah animasi nonformal di Indonesia.
Para animator berprestasi seperti Roni Gani (pendiri Bengkel Animasi) dan Andre Surya (pendiri ESDA/Enspire School of Digital Art) turut berperan aktif mencetak generasi animator muda. Roni Gani mengungkapkan, ia membuat Bengkel Animasi sebagai jembatan antara lulusan dan industri karena “saat ini bisa dikatakan industri animasi di Indonesia sedang bergairah, bahkan bisa dikatakan kapasitasnya sudah sangat penuh. Kondisi ini yang sangat disayangkan karena banyak kendala dari ketersediaan resources, terutama human resources.”
Andre Surya, yang karyanya sudah diakui di film-film seperti “Iron Man” dan “Transformers,” juga melihat potensi besar pada animator tanah air. Melalui ESDA, ia membuka peluang bagi animator muda Indonesia untuk berkarya di industri nasional maupun internasional. Ini adalah motivasi nyata: menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan talenta, sehingga lebih banyak anak bangsa yang berani bermimpi dan berkarya di bidang animasi.
Menyambut Era AI: Tantangan dan Peluang Baru
Namun, industri animasi juga dihadapkan pada tantangan baru, yaitu kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI). Melansir id.wikipedia.org, kecerdasan buatan (KB) adalah kecerdasan yang ditambahkan kepada suatu sistem yang bisa diatur dalam konteks ilmiah. AI kini hadir sebagai alat bantu yang berharga, mampu mempercepat proses visualisasi dan memperluas kreativitas, seperti yang diungkapkan oleh Andre Surya. Menurut Andre, “Kreator yang bisa menggunakan AI untuk menyelesaikan pekerjaan di bidang animasi itu akan bekerja cepat dan efisien.”
Di sisi lain, AI juga menjadi tantangan. Henke Yunkins, Direktur Regulasi dan Etika Indonesia AI Society (IAIS), mengakui bahwa AI dapat mengancam mata pencarian seniman jika tidak diimplementasikan secara proporsional. Namun, Wakil Presiden Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, dalam video monolognya di Gibran TV, berjudul “Generasi Muda, Bonus Demografi, dan Masa Depan Indonesia,” mendorong generasi muda untuk tidak menghindari perubahan, terutama dalam menggunakan AI sebagai alat pendukung. Gibran menegaskan, “AI itu bukan ancaman,” namun mereka yang tidak memanfaatkan AI akan tertinggal.
Penting untuk menjaga keseimbangan. Menurut Banung, “Animasi Jumbo memperlihatkan bahwa kreativitas dan sensitivitas manusia masih diperlukan, tidak bisa digantikan AI.” Ini berarti, motivasi untuk terus belajar dan beradaptasi dengan teknologi baru sambil tetap menjaga sentuhan manusiawi adalah kunci. Para animator muda harus menjadi individu yang fleksibel, inovatif, dan bijaksana dalam memanfaatkan AI, bukan sekadar pengguna pasif.
Masa Depan Gemilang: Dengan Motivasi, Kreativitas, dan Adaptasi
Kesuksesan film “Jumbo” dan kiprah animator Indonesia di kancah global adalah bukti nyata bahwa industri animasi Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Ini menjadi motivasi besar bagi generasi muda untuk tidak takut bermimpi dan berkarya.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno berharap Film Jumbo dapat memotivasi anak-anak untuk terus memiliki semangat dalam meraih cita-cita, pantang menyerah, bahkan memiliki mimpi untuk menjadi sineas maupun animator di masa depan.
Novia Puspa Sari, produser film Jumbo, menjadi salah satu figur perempuan yang membuktikan bahwa mimpi masa kecil bisa menjadi kenyataan, menunjukkan bahwa industri film semakin terbuka terhadap peran perempuan. Ini adalah dorongan untuk terus belajar dan berkembang, serta menunjukkan bahwa perempuan memiliki ruang besar untuk berkarya di industri kreatif.
MD Animation, terinspirasi oleh kesuksesan “Jumbo,” bahkan akan mengangkat serial legendaris “Adit dan Sopo Jarwo” ke layar lebar. Ini adalah sinyal bahwa industri animasi Indonesia siap melangkah ke era baru yang lebih gemilang, dengan sinema yang mampu mencantumkan nilai budaya dan estetika tersendiri.
Dengan semangat yang menggebu, kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademisi, serta kesiapan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi seperti AI, industri animasi Indonesia bukan hanya akan terus berkembang, tetapi juga akan menjadi sumber motivasi yang tak ada habisnya bagi generasi penerus. Masa depan industri ini ada di tangan para kreator muda yang tidak pernah berhenti bermimpi, berinovasi, dan berkarya.(***)


