Isi Konten
- Heboh Kasus Laptop ChromeOS Kemendikbudristek, Kejagung Bongkar Arahkan Pengadaan Triliunan Rupiah!
- Kejaksaan Agung kembali bikin geger. Kali ini bukan soal pengadaan ATK
- Proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek
- Tersangka SW yang kala itu menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran
matabangsa.com – Jakarta: Kejaksaan Agung kembali bikin geger. Kali ini bukan soal pengadaan ATK, tapi soal pengadaan laptop yang katanya untuk digitalisasi sekolah, tapi malah jadi jalan korupsi. Nilainya? Jangan kaget — nyaris Rp2 triliun kerugian negara!
Yup, kasus ini mencuat dari proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek tahun 2020 hingga 2022. Proyek raksasa ini menggelontorkan dana hingga Rp9,3 triliun untuk membeli sekitar 1,2 juta unit Chromebook buat siswa dan guru. Sayangnya, bukan hanya mahal, laptopnya pun ternyata nggak maksimal dipakai di lapangan.
Dari hasil penyidikan, Tersangka SW yang kala itu menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), jadi sosok kunci. Ia diketahui terlibat sejak awal dalam rapat virtual tanggal 6 Mei 2020 bersama Mendikbudristek NAM. Dalam rapat itu, NAM disebut memerintahkan secara langsung agar pengadaan TIK menggunakan sistem operasi ChromeOS, padahal saat itu pengadaan belum dimulai.
Tak lama, SW mendorong tim teknis untuk menyusun kajian teknis kedua — karena kajian pertama belum menyebut ChromeOS. Bahkan, SW mengarahkan perubahan metode pengadaan dari e-katalog ke SIPLah (platform belanja sekolah), dan menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) yang menyebut ChromeOS secara eksplisit sebagai standar.
Yang nggak kalah bikin heboh, pada 30 Juni 2020, terjadi pertemuan di Hotel Arosa, Jakarta Selatan. SW melalui seorang rekannya menyuruh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) saat itu, BH, untuk menindaklanjuti perintah NAM. Karena dianggap nggak sanggup, BH diganti dengan WH yang langsung “klik” pemesanan Chromebook lewat penyedia PT Bhinneka Mentaridimensi pada malam itu juga. Kilat banget prosesnya.
Tak cuma di jenjang SD, pengadaan serupa juga terjadi di jenjang SMP, dan di sini muncul Tersangka lain, yaitu MUL selaku Direktur Sekolah Menengah Pertama. Ia juga diduga mengarahkan PPK untuk “klik” pemesanan dengan penyedia yang sama pada hari dan tempat yang sama dengan SW. Bahkan MUL turut menyusun Petunjuk Teknis yang mengunci ChromeOS sebagai sistem operasi wajib.
Nah, semua pengadaan itu, meski kelihatan canggih, ternyata nggak efektif. Banyak guru dan siswa justru kesulitan menggunakan ChromeOS, karena tak familiar dan akses aplikasinya terbatas. Hasilnya, laptop mahal-mahal malah tak terpakai optimal. Yang lebih parah, terjadi mark-up gila-gilaan.
Berdasarkan penyelidikan, diduga ada dua komponen kerugian negara:
Item software CDM yang nilainya mencapai Rp480 miliar;
Mark-up harga laptop di luar CDM sebesar Rp1,5 triliun.
Total? Rp1,98 triliun uang negara melayang. Duit sebanyak itu bisa dipakai bangun ribuan sekolah baru.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, serta pelanggaran sejumlah aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Modusnya dianggap melanggar prinsip pengadaan yang wajar, terbuka, dan efisien.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Harli Siregar, Rabu 16 Juli 2025, menyatakan penyidikan terus berlanjut. “Kami pastikan proses hukum ditegakkan. Tidak ada yang kebal hukum, apalagi jika sudah menyangkut dana pendidikan sebesar ini,” ujarnya.
Kasus ini bukan cuma soal laptop. Ini soal masa depan pendidikan, soal integritas anggaran negara, dan tentang bagaimana sebuah “klik” bisa jadi awal dari kerugian triliunan rupiah.(***)






