Podcast Forum Keadilan TV Bongkar Polemik Polri: Polisi Jadi Pemasok Tenaga Kerja ke Instansi Pemerintah?

Opini215 Dilihat

Polemik terkait kebutuhan personel Polri kembali menjadi perbincangan publik setelah pernyataan mengenai kekurangan hingga ratusan ribu anggota diperdebatkan di tengah respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil. Diskusi semakin menguat karena data yang beredar dinilai saling bertentangan dan tidak sinkron.

Salah satu pembahasan yang memperkuat polemik ini datang dari podcast Forum Keadilan TV yang dibawakan oleh host Indra J. Piliang dengan menghadirkan narasumber Soleman B. Ponto. Dalam dialog tersebut, keduanya mengupas secara kritis perbedaan data dan urgensi kebutuhan personel Polri disebut mencapai 350.000 hingga 470.000 orang.

Dalam podcast itu, Soleman B. Ponto mempertanyakan dasar perhitungan angka tersebut dan menilai perlu adanya transparansi sehingga publik tidak menerima informasi keliru. Ia menekankan data tersebut harus dijelaskan terang-terangan agar tidak menyesatkan masyarakat maupun internal Polri sendiri.

Sorotan juga diarahkan pada alasan kebutuhan lapangan dan permintaan dari instansi lain sebagai dasar penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil. Menurut pembicara podcast, dalih tersebut justru memunculkan ketidakjelasan fungsi dan wewenang.

Pembahasan semakin hangat ketika Soleman B. Ponto mengkritisi pola penempatan anggota Polri di instansi seperti imigrasi, bea cukai, kehutanan, hingga kelautan yang sebenarnya telah memiliki sekolah kedinasan dan sistem pendidikan profesional sendiri untuk mencetak sumber daya manusia.

Ia menyampaikan kekhawatiran fenomena tersebut dapat mengarah pada situasi di mana Polri menjadi pemasok tenaga kerja antarinstansi — bukan lagi fokus sebagai lembaga penegak hukum. Kondisi seperti ini dianggap berbahaya untuk masa depan birokrasi dan struktur karier ASN.

Indra J. Piliang sebagai host menegaskan masih ada banyak tantangan internal harus dibenahi Polri. Menurutnya, penempatan anggota ke jabatan sipil justru berpotensi membuat fokus organisasi melemah di tengah meningkatnya kebutuhan publik terhadap pelayanan keamanan.

Pembahasan dalam podcast juga menyentuh soal kebutuhan personel baru meningkat setiap tahun, namun rincian distribusi kebutuhan tersebut tidak dijelaskan secara gamblang kepada publik. Hal ini memunculkan persepsi data kebutuhan personel tidak dikelola dengan baik.

Kontroversi makin panas ketika Soleman B. Ponto menyoroti perbedaan angka yang beredar, yaitu hanya sekitar 400 personel yang tersedia untuk penugasan di luar tubuh Polri — bukan 4.000 seperti pernah disampaikan. Perbedaan besar ini menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan data resmi disampaikan ke publik.

Dalam dialog podcast, ia mempertanyakan apakah pernyataan berbeda datang dari Kapolri atau Humas Polri, karena publik membutuhkan sumber informasi yang tunggal dan akurat. Ia mengingatkan bahwa setiap angka yang disampaikan ke publik harus dapat dipertanggungjawabkan.

Ditegaskan pula dokumen resmi mengenai data kebutuhan personel tersebut telah menjadi fakta persidangan dalam Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Dokumen itu tertulis di halaman 56 putusan dan berasal dari Kapolri serta ditandatangani Menteri Hukum, sehingga memiliki kekuatan administratif yang tidak bisa diabaikan.

Dalam podcast, narasumber menilai ketidakselarasan informasi dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi Polri apabila tidak dilakukan klarifikasi tepat waktu. Ia mengingatkan komunikasi publik merupakan elemen penting dalam era transparansi.

Sementara itu, sejumlah pihak tetap menekankan pentingnya menghormati proses hukum dan putusan MK mewajibkan anggota Polri aktif mengundurkan diri atau pensiun apabila ingin menduduki jabatan sipil. Putusan ini dinilai dapat menjadi tonggak pembenahan manajemen SDM nasional.

Tingginya perhatian publik terhadap putusan MK bukan hanya karena persoalan administrasi kepegawaian, namun karena selama ini penempatan polisi aktif di instansi sipil kerap menjadi perdebatan mengenai batas kewenangan dan profesionalisme tata kelola birokrasi.

Sebagian pihak menyebut putusan MK sebagai langkah besar menuju meritokrasi birokrasi, karena setiap instansi idealnya mengoptimalkan tenaga ASN internal untuk mengisi jabatan struktural maupun fungsional. Polri pun dinilai perlu fokus membangun mutu internal lembaga.

Namun, segelintir pihak menilai tetap diperlukan sinergi lintas lembaga selama penempatan polisi memiliki relevansi dalam tugas penegakan hukum dan keamanan. Perlu dibuat batasan yang jelas agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan potensi monopoli jabatan.

Dalam pembahasan podcast, kedua pembicara menekankan pentingnya pemerintah dan Polri memberikan kejelasan data resmi mengenai kebutuhan personel, alasan penempatan jabatan sipil, serta urgensi koordinasi lintas lembaga. Semua pihak dinilai berkepentingan atas transparansi tersebut.

Di sisi legislatif, forum antara pemerintah dan DPR masih dinantikan untuk menentukan apakah revisi UU Polri akan menjadi tindak lanjut langsung dari putusan MK. Kejelasan langkah selanjutnya akan memastikan arah kebijakan berjalan sesuai koridor hukum.

Publik berharap klarifikasi dan transparansi menjadi bagian dari evaluasi menyeluruh kebijakan penempatan anggota Polri di jabatan sipil. Kejelasan data akan menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan setiap keputusan lembaga berjalan dalam kerangka akuntabilitas.(***)

Disarikan : dave

Tag:

#PutusanMK,#ForumKeadilanTV,#PodcastIndraJPiliang,#SolemanBPonto,#Polri,#JabatanSipil,#TransparansiPublik,#RevisiUUPolri,#BeritaNasional

Foto: Cuplikan sesi podcast Forum Keadilan TV saat Indra J. Piliang dan Soleman B. Ponto membahas polemik data kebutuhan personel Polri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *