Medan (Humas) – Pendidikan di pondok Pesantren kian di minati masyarakat. Sebab, pola pembelajaran di pondok Pesantren sudah mengadopsi kurikulum yang berlaku secara umum, namun kelebihannya, ada penambahan mata pelajaran keagamaan sebagai ciri khas pendidikan Pesantren.
Menurut salah seorang Guru Besar UIN SU, bahwa sistem pendidikan di Pesantren saat ini menjadi role model pendidikan berbasis nilai. Nilai-nilai keagamaan berkolaborasi dengan nilai-nilai pendidikan umum, sehingga para alumninya pun bisa masuk ke semua lini di Pemerintahan, baik sipil maupun militer.
Hal ini di sampaikan Prof. Dr. Nispul Khoiri saat di wawancarai Humas terkait menjelang peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada tanggal 22 Oktober 2025 ini, serta sejarah panjang kiprah dan kontribusi santri dan pimpinan Pondok Pesantren dalam mempertahankan Kemerdekaan bangsa Indonesia.
“Dalam lintasan sejarah panjang kemerdekaan Indonesia pasca di umumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, oleh Dwi Tunggal bangsa Soekarno-Hatta. Namun, hanya berselang tiga bulan setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada dunia, tepatnya di Kota Surabaya, tentara sekutu (Belanda dan Inggris) melakukan tindakan agresi militernya. Kemerdekaan Indonesia yang baru seumur jagung, tentu tidak siap menghadapi peralatan tempur sekutu yang modern saat ini. Oleh beberapa tokoh bangsa, tidak ada kata lain selain meminta doa dan petunjuk para Kyai saat itu,”ucap Nispul, Sabtu (18/10).
Tokoh muda Nadhlatul Ulama Sumatera Utara inipun berkisah, ditengah kegalauan dan kepanikan yang luar biasa, para ulama dan Kyai yang ada di Kota Surabaya, berijtihad sekaligus mengeluarkan Resolusi Jihad yang di kumandangkan arek Surabaya, guna melawan hegemoni kaum imperialis.
“Para ulama dan Kyai yang ada di Jawa Timur umumnya dan Kota Surabaya khususnya, melalui fatwa NU tanggal 22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy’ari pendiri Nahdhatul Ulama mengeluarkan Resolusi Jihad untuk melawan sekutu, teriakan takbir Allahu Akbar dan oleh Bung Tomo bergema. Seruan takbir itu memicu semangat jihad para pemuda Surabaya dan para santri, turun ke gelanggang melawan kaum imperialisme sekutu, tepatnya pada 10 November 1945 Bung Toko meneriakkan takbir dan itu efektif memacu keberanian pemuda Surabaya dengan senjata ala kadarnya, mampu menandingi kekuatan militer sekutu dan terbukti peristiwa 10 November itu di Peringati sebagai Hari Pahlawan,” tegasnya.
Jadi, lanjut dosen Pascasarjana UIN SU, saat ini jika ada kelompok ataupun koorporasi yang coba mendeskriditkan lembaga pendidikan Pondok Pesantren dengan beragam narasi dan diksi negatif, justru mereka gagal paham tentang makna dan hakekat pendidikan di pondok Pesantren. Justru di pondok Pesantren inilah jiwa-jiwa nasionalisme terbentuk dan terbangun, sebab sejarah sudah membuktikan, bagaimana kontribusi besar para santri dan Kyai yang ada di pondok-pondok pesantren turut berkontribusi bagi kemajuan peradaban.
“Boleh di katakan pondok Pesantren berkontribusi bagi terjaganya pilar nasionalisme dan perekat keutuhan bangsa, dan fakta sejarah itu tidak bisa di lupakan,”ujar Prof. Nispul.