Kejati Kepri Hentikan Penuntutan Kasus Penadahan Empat Tersangka Lewat Keadilan Restoratif

Nasional35 Dilihat

matabangsa.com – Tanjungpinang | Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) di bawah pimpinan Kepala Kejati Kepri J. Devy Sudarso melaksanakan ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) terhadap perkara pertolongan jahat atau penadahan dengan empat tersangka.

Kegiatan ekspose tersebut dilakukan secara virtual bersama Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung RI, Dr. Undang Magopal, S.H., M.Hum, dan diikuti Wakajati Kepri, para Kasi Bidang Pidum Kejati Kepri, serta Kajari Tanjungpinang Rahmad Surya Lubis, bersama jajaran Pidum Kejari Tanjungpinang, Senin 10 November 2025.

Kasus yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif itu melibatkan empat tersangka, yaitu Punia Manurung alias Mami, Devyroyda Hutapea alias Ayu, Eka Mulyaratiwi alias Eka, dan Zulkarnain Harahap. Keempatnya dijerat dengan Pasal 480 ke-1 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Perkara tersebut bermula pada 23 Desember 2024, ketika dua orang pelaku pencurian bernama Ahmad Andrean dan Galih Fuji mencuri satu unit sepeda motor Honda Scoopy warna biru BP 2503 HT milik korban Bungsu Rianto di Jalan Jembatan Dompak, Tanjungpinang. Setelah itu, mereka mengubah warna motor menjadi hijau-putih untuk mengelabui pemilik.

Kedua pelaku kemudian meminta bantuan Eka Mulyaratiwi agar sepeda motor tersebut bisa dijual. Eka lalu menghubungi Punia Manurung, yang kemudian mengajak Zulkarnain Harahap untuk mencarikan pembeli. Zulkarnain akhirnya menghubungi Devyroyda Hutapea dan menawarkan motor tersebut seharga Rp2.800.000.

Transaksi dilakukan pada 23 Januari 2025, di mana motor dijual kepada Devyroyda Hutapea dengan harga tersebut. Uang hasil penjualan kemudian dibagi kepada para pelaku: Ahmad Andrean dan Galih Fuji masing-masing mendapat Rp1.400.000, Eka Mulyaratiwi Rp1.100.000, sedangkan Punia Manurung dan Zulkarnain Harahap masing-masing memperoleh Rp150.000.

Dalam proses penanganan, Kejari Tanjungpinang menilai perkara tersebut memenuhi syarat untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Beberapa pertimbangan yang mendasari keputusan tersebut antara lain: adanya kesepakatan damai antara korban dan para tersangka, tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah lima tahun, serta adanya permintaan maaf dan pemaafan dari korban.

Selain itu, masyarakat sekitar juga merespons positif langkah penyelesaian hukum melalui pendekatan restoratif ini karena dianggap mampu memulihkan hubungan sosial dan menciptakan keharmonisan.

Berdasarkan hasil ekspose dan persetujuan dari Jampidum Kejagung RI, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungpinang akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berbasis Keadilan Restoratif sebagai bentuk kepastian dan kemanfaatan hukum.

Kepala Kejati Kepri J. Devy Sudarso menegaskan bahwa pendekatan keadilan restoratif bukanlah bentuk impunitas, melainkan upaya hukum yang menyeimbangkan kepentingan korban, pelaku, dan masyarakat. “Keadilan tidak selalu harus diukur dari lama hukuman, tetapi dari pemulihan hubungan sosial dan rasa damai yang tercipta,” ujarnya.

Ia menambahkan, penerapan Restorative Justice menjadi bukti nyata komitmen Kejati Kepri dalam mewujudkan penegakan hukum yang humanis dan berempati. “Melalui pendekatan ini, kami berupaya agar tidak ada masyarakat kecil yang merasa tercederai oleh rasa ketidakadilan,” lanjutnya.

Meski begitu, Devy Sudarso menegaskan bahwa Restorative Justice bukan berarti memberikan ruang bagi pelaku untuk mengulangi perbuatan pidana. “Restoratif bukan pengampunan, tetapi pemulihan. Ini bentuk tanggung jawab sosial dan moral antara korban dan pelaku,” katanya tegas.

Ia juga berharap kebijakan tersebut dapat memperkuat sistem hukum yang berorientasi pada peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, serta menumbuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga kejaksaan.

“Dengan semangat keadilan yang berimbang, kami ingin menunjukkan bahwa hukum bisa menghadirkan kedamaian, bukan ketakutan,” tutup Devy Sudarso di akhir keterangannya.(rac)

Tags:

#KejatiKepri, #RestorativeJustice, #KeadilanRestoratif, #KejaksaanAgung, #HukumHumanis, #Tanjungpinang, #KejariTanjungpinang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *