Oleh : Roy Fachraby Ginting
Dosen Universitas Sumatera Utara
Politik uang menjadi salah satu dari lima isu yang menjadi perhatian Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2024. Hal ini menjadi bagian dari Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tahun 2024 untuk isu tematik yang diluncurkan pada Minggu 13 Agustus 2023 yang lalu.
Selain politik uang, empat isu lainnya adalah terkait netralitas aparatur sipil negara; politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan; kampanye hitam di media sosial; serta pelaksanaan pemilihan umum di luar negeri.
Menjelang pencoblosan Pemilu tahun 2024, berbagai elemen masyarakat mengungkapkan kecurangan pemilihan umum (pemilu) 2024 dan hal itu tentu menjadi alarm bagi semua pihak. Pasalnya kecurangan itu di duga akan di lakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Civitas akademika Universitas Indonesia (UI) misalnya menggelar deklarasi kebangsaan di Rotunda, UI, Depok, beberapa waktu lalu dengan membacakan Deklarasi untuk menyikapi dinamika proses pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang terasa jauh dari semangat pemilu yang demokratis, jujur, dan adil.
Mereka menyerukan dan mengutuk segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi. Demikian juga hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi, tanpa ketakutan, berlangsung secara jujur dan adil serta meminta semua aparatur sipil negara (ASN), pejabat pemerintah, TNI, dan Polri bebas dari paksaan untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Mereka juga menyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh tanah air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing.
Demikian juga sebagian Guru besar Universitas Sumatera Utara menyampaikan keprihatinan atas kondisi bangsa. Presiden diminta menjaga etika. Mereka menyampaikan rasa keprihatinan atas rusaknya nilai etika dan perilaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjelang Pemilihan Umum 2024.
Mereka meminta Presiden Joko Widodo, TNI dan Polri, penyelenggara pemilu, dan semua jajaran pemerintah menjaga pemilihan yang adil, jujur, dan menjunjung netralitas.
Untuk menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara, kami guru besar, dosen, dan alumni Universitas Sumatera Utara (USU) menyampaikan keprihatinan pada kondisi bangsa saat ini, kata Guru Besar Fakultas Hukum USU Ningrum Natasya Sirait dan Nurlisa Ginting di Gedung Pancasila USU beberapa waktu lalu.
Hal senada juga menjadi perhatian koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Imparsial, PBHI, KontraS, YLBHI, Amnesty, WALHI, Perludem, Migrant Care, ICW, SETARA Institute, dan lain-lain mengungkapkan sejumlah kasus kecurangan pemilu yang mereka temukan.
Mereka menyatakan bahwa kecurangan Pemilu 2024 mencakup penyalahgunaan kekuasaan negara di berbagai level, mulai dari pejabatnya, anggaran, kewenangan, hingga pengaruh. Penyalahgunaan kekuasaan negara itu dilakukan demi kepentingan kampanye dan pemenangan kandidat tertentu.
Ironisnya, dari kasus-kasus yang mereka kumpulkan, tercatat ada 121 kasus dengan 31 kategori tindakan penyimpangan aparatur negara di berbagai level dan tingkatan pemerintahan di seluruh wilayah Indonesia.
Temuan itu tentu saja bisa jadi hanyalah puncak gunung es saja. Kasus kecurangan yang terjadi selama Pemilu 2024 bisa saja lebih banyak dari yang mereka temukan. Kasus itu terjadi di mulai dari penyimpangan aparatur negara di berbagai level, mulai dari presiden sampai kepala desa terkait dengan untuk kepentingan kampanye dan pemenangan kontestan dalam pemilu.
Kecurangan dalam Pemilu 2024 di mulai dengan suburnya praktek politik uang dalam kontestasi politik yang sepertinya menjadi lumrah karena sudah membudaya dalam hajatan politik dan mempengaruhi sistem politik demokrasi dan pada akhirnya menjadi sebab politik berbiaya tinggi.
Politik uang di Indonesia lebih dikenal sebagai Serangan Fajar. Serangan fajar sendiri dapat diartikan sebagai pemberian uang, barang, jasa atau materi lainnya dalam upaya membeli suara rakyat dalam Pemilu.
Oleh karena itu, semua elemen anak bangsa sudah sepatutnya mengusung kampanye antikorupsi dengan tema Edukasi Serangan Fajar untuk melawan kecurangan dan politik uang dalam Pemilu tahun 2024 dengan cara meningkatkan kesadaran rakyat / masyarakat terkait pencegahan kecurangan dan politik uang menjelang hari pencoblosan.
Melalui kampanye edukasi serangan fajar ini, masyarakat kita ajak untuk Melawan segala hal Kecurangan dan politik uang dalam pemilu tahun 2024 ini, seluruh masyarakat melakukan gerakan serentak di pagi hari menjelang pencoblosan untuk menyadarkan rakyat dan mengedukasi mereka untuk melawan dan melaporkan oknum yang menawarkan atau memberikan uang atau pemberian dalam bentuk lain dalam upaya mereka untuk mempengaruhi masyarakat untuk memilih calon tertentu.
Namun ada hal menarik dalam gerakan untuk melawan Politik Uang dan kecurangan Pemilu ini dari pernyataan Detania Sukarja yang mewakili peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PKAK) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU) yang menyatakan bahwa Gen Z di Sumut sadar hukum, mereka juga memiliki pengetahuan hukum bahwa korupsi salah, penerima uang dan pemberi uang dalam konteks transaksional salah, dalam aspek itu mereka tau dan kritis.
Detania memaparkan, pada aspek lain, gen Z di Sumater Utara juga sangat menginginkan kualitas seorang pemimpin yang bersih dari masalah korupsi dan memiliki komitmen dalam menerapkan kedaulatan hukum. Pada hasil penelitian 71 persen gen Z menginginkan sosok pemimpin yang seperti itu.
Hal ini juga sangat berkorelasi dengan harapan mereka mengenai Indonesia yang ideal dan harapan Indonesia ideal 65,7 persen menginginkan negara yang memiliki kepatuhan terhadap hukum, memiliki sistem anti korupsi yang kuat dan mendapat pengakuan dari negara lain,” ungkapnya.
Namun, keinginan dan harapan tersebut masih berbanding terbalik dengan sikap yang mereka tunjukkan berkaitan dengan pemilu. Dalam konteks ini, Gen Z di Sumut ternyata masih sangat permisif terhadap politik transaksional.
Mayoritas gen z akan ikut dalam pesta demokrasi yang digelar dua hari kedepan. Namun, ada kecenderungan mereka tetap akan pragmatis. Mereka masih menilai wajar istilah “ambil uangnya jangan pilih orangnya” padahal itu hanya memicu pragmatisme dalam demokrasi,” ungkap Detania.
Maka, melihat realita ini, di satu sisi gerakan serangan fajar untuk mengedukasi masyarakat bisa juga di lakukan dengan cara dan strategi bagi warga yang sudah terlanjur menerima uang/fasilitas/barang dari calon DPRD atau DPD RI atau DPR RI atau calon Presiden untuk tidak memilih mereka.
Rakyat sudah saatnya memberikan hukuman kepada calon pemimpin dan partai yang masih terus melakukan kecurangan serta melakukan politik uang dengan cara terima uangnya tapi jangan pilih orangnya dan gerakan ini tentu lebih realistis.
Penggiat anti politik uang atau akademisi yang mengerti dan tahu hukum serta aturan dan ketentuan Pemilu, hendaknya aktif untuk terus melakukan edukasi serangan fajar secara masif dalam upaya menyadarkan masyarakat.
Melawan Politik Uang tentu dengan jalan memperkuat Pengawasan partisipatif oleh seluruh elemen masyarakat dan jadikan itu menjadi gerakan bersama.
Praktek politik uang memang tidak mudah untuk dihilangkan. Namun, pencegahan menjadi strategi awal untuk mengurangi potensi terjadinya transaksi politik yang membutuhkan partisipasi aktif seluruh masyarakat sebagai pengawas partisipatif.
Pemilu tahun 2024 merupakan momen penting dalam kehidupan berdemokrasi. Tentu saja masyarakat berharap pemilu harus berlangsung dengan adil, transparan, dan bebas dari kecurangan.
Dalam mengupayakan hal ini terdapat peran dari berbagai organisasi dan lembaga masyarakat sipil (LSM) yang sangat penting untuk mendorong jalannya pemilu sesuai harapan.
Melalui upaya-upaya pemantauan, advokasi, dan edukasi pemilih yang dilakukan oleh berbagai organisasi dan LSM, diharapkan pemilu di Indonesia dapat berlangsung dengan berkualitas, serta mampu memperkuat demokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik.
Berbagai kelompok elemen masyarakat dan kaum akademisi tidak letih letihnya untuk terus mengajak masyarakat Indonesia untuk memilih capres-cawapres dan caleg dengan akal dan hati nurani.
Semua calon yang ada mesti dipertimbangkan, karena masing-masing sudah punya rekam jejak yang bisa dipelajari. Kalau tidak bisa memilih yang terbaik, pilih yang tidak begitu buruk dari yang buruk-buruk dan pilih dengan bertanya kepada hati nurani.
Pemilu tahun 2024 kita harapkan dapat lahir pemimpin yang dihasilkan dari proses demokrasi lima tahunan yang tentunya dapat mengayomi seluruh bangsa Indonesia.
Sangat diharapkan dengan adanya masa tenang Pemilu 2024, masyarakat dapat memikirkan dan menimbang dengan baik untuk menentukan sikap dan pilihan mereka dalam pencoblosan pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang.
Masyarakat memiliki waktu yang cukup untuk berpikir, guna menentukan pilihan. Mana visi-misi yang terbaik. Sehingga, dapat menghasilkan pemimpin sesuai harapan yang diinginkan.
Pemilu tahun 2024 kita harapkan berlangsung dan berjalan secara jujur dan adil serta dapat berjalan secara damai, aman dan lancar serta jujur dan adil serta seluruh penyelenggara harus netral atau tidak berpihak termasuk ASN, TNI dan Polri.
Semua pihak tentu sangat berharap agar TNI dan Polri tentu harus mengayomi serta terus menjaga keutuhan masyarakat Indonesia. TNI dan Polri serta birokrasi sangat di harapkan bekerja keras untuk mengayomi untuk menjaga rakyat Indonesia dan menjaga netralitas pada tanggal 14 Februari 2024. Sehingga tidak ada paksaan dan tekanan kepada rakyat atau masyarakat dalam memilih calon pemimpin bangsa.
Pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang telah menegaskan kembali keharusan seluruh aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, hingga Badan Intelijen Negara (BIN) dalam menjaga netralitas dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 harus berjalan dengan baik dan benar benar di laksanakan sampai ke tingkat bawah.
Penegasan Presiden yang meminta jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baik di tingkat pusat maupun di daerah untuk bertindak profesional dan menjaga integritas pemilu tentu harus di tindaklanjuti dengan berbagai hal yang membuktikan kinerja mereka benar benar berjalan dengan baik dan tata kelola yang terbuka dan profesional.
Seluruh masyarakat untuk aktif dalam mengawasi pemilu. Sebab pada hakekatnya pemilu adalah milik rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Indonesia menjadi salah satu Negara paling demokratis di dunia, sehingga keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pemilu juga sangat dibutuhkan dalam membantu mewujudkan pemilu yang bersih, berkualitas, bermartabat, dan berintegritas.
Seluruh rakyat Indonesia harus menjaga pemilu yang damai, jujur, dan adil, menghargai hasil pemilu, serta bersatu padu kembali pasca Pemilu 2024 untuk membangun Indonesia 5 tahun kedepan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Seluruh rakyat Indonesia sangat di harapkan untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS) menggunakan hak pilihnya memberikan suara sesuai pilihannya dan sekaligus ikut serta mengawasi perhitungan suara dan ikut menjaga TPS masing masing agar tidak terjadi kecurangan dan Pemilu 2024 dapat berjalan dengan baik dan benar benar dapat berjalan dengan langsung, umum, bebas, jujur dan adil dalam melahirkan pemimpin yang baik dan arif serta bijaksana bagi kepentingan rakyat.