Matabangsa-Medan: Akibat virus African Swine Fever (ASF) Indonesia terkena sanksi tidak boleh ekspor babi. Bahkan, babi dari Sumut tidak boleh dikirim provinsi lain guna pencegahan penyebaran virus ASF ke daerah lain.
Hal itu, dikatakan Kadis Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi B DPRD Sumut, Selasa (7/1).
“Sampai sekarang belum ada obat virus ASF dan kita hanya bisa melakukan pencegahan agar virus itu tidak berkembang ke daerah lain dengan kata lain melakukan tindakan karantina terhadap babi di Sumut,” kata Kadis.
Dijelaskan, wabah penyakit ternak babi yng disebabkan virus ASF telah terjadi pada beberapa negara di dunia diantaranya China, Mongolia, Vietnam, Komboja, Hongkong, Korea Utara, Laos, Filipina, Myanmar, Timor Leste, Korea Selatan dan Indonesia yang dimulai sejak 12 Desember 2019.
“Yang pasti virus ASF tidak bersifat zoonesis atau tidak menular kepada manusia dan hanya menyerang ternak babi,” jelas Azhar.
Kasus kematian ternak babi telah mewabah di 18 Kab/ Kota Sumut dan menyebabkan jumlah kematian sebanyak 35.886 ekor. “Namun masyarakat tidak perlu khawatir karena babi itu masih aman dikonsumsi manusia. Yang bahaya itu virus yang keluar dari bangkai babi yang menumpuk atau jika dibuang sembarangan,” ujar Kadis.
Untuk Sumut, masih kata Kadis hanya ada satu daerah yang belum menjadi kawasan endemik virus ASF yakni Kepulauan Nias. “Nias akan kita jadikan daerah penyimpanan stok babi karena masih aman dan belum dimasuki virus ASF,” katanya.
Ketua Asosiasi Peternak Babi (Asperba) Sumut Hendri Duin menilai Pemprovsu lamban menangani masalah penyakit babi yang terjadi di Sumut dibanding penanganan virus flu burung. “Sejak awal kami sudah menyampaikan masalah ini ke Dinas Peternakan daerah namun kurang mendapat tanggapan. Apa kami mati dan apakah kami harus demo bawa babi ke kantor gubernur,” ujarnya tegas.
Hal yang sama dikatakan anggota Komisi B Salmon Sinaga. Politisi PDIP ini menilai Pemprovsu kurang peduli dengan masyarakat pemilik babi yang menjadi korban. “Saya berharap Pemrovsu memberi bantuan kepada pemilik babi yang telah mati karena mereka memiliki anak yang masih sekolah bahkan kuliah. Bahkan di Dairi sudah ada pemilik babi yang bicara sendiri karena semua ternaknya mati,” ungkapnya.
Menyikapi tudingan tersebut, Azhar Harahap mengaku Pemprovsu sudah berusaha maksimal. Namun untuk mengambil dan menyampaikan keputusan kalau Sumut sudah endemik virus ASF harus menunggu keputusan menteri dan organisasi kesehatan dunia.
Terkait bantuan untuk peternak yang babinya mati, Kadis mengaku tidak bisa memberikan karena melanggar peraturan internasional yang melarang adanya penghargaan terhadap binatang dan kalaupun boleh kita terbentur pada anggaran Pemprovsu yang tidak ada. “Kita hanya berharap dari APBN dan saya berharap hasil RDP ini disampaikan ke Komisi 4 DPR RI agar diteruskan ke pemerintah pusat,” katanya.(dave)