Matabangsa-Medan: Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) Kharuddin Syah yang akrab dipanggil H. Buyung membantah kalau di daerahnya ada penebangan liar yang diduga dilakukan PT Labuhan Batu Indah (LBI) dan masyarakat.
Banjir bandang yang terjadi di Desa Batu Tunggal, Hatapang dan Pematang Kec. Na IX-X ini adalah akibat hujan deras yang berlangsung selama dua hari berturut turut.
“Ada baiknya yang mengatakan hal itu datang dulu ke lokasi bencana baru bicara dan yang terpanting bagi kami selaku pemerintah adalah melindungi masyarakat yang terkena bencana. Tokoh masyarakat yang datang dalam rapat ini sudah memaparkan apa yang terjadi. Sedangkan untuk mencari tahu penyebabnya biarlah petugas yang mengurus,” kata Bupati pada rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi B DPRD Sumut, Selasa (7/1).
Saat ini, masih kata Khairudin, Pemkab Labura sudah menyiapkan lahan untuk lokasi pembangunan sebanyak 63 rumah tipe 36 sebagai pengganti semua rumah korban bencana yakni di Desa Hatapang 37 unit dan di Desa Pematang 36 unit.
“Sedangkan tumpukan kayu dan batu yang menutup jalan telah dibersihkan dengan menggunakan empat alat berat. Sedangkan anak korban bencana akan kita sekolahkan hingga perguruan tinggi bagi orang tuanya yang tidak mampu dengan biaya sendiri,” ujar Bupati.
Disinggung tentang adanya protes warga terhadap keberadaan PT LBI di Labura sejak 2016, Bupati juga membantah dan masyarakat yang hadir dalam RDP merupakan perwakilan masyarakat Labura. “Penjelasan Pak Haji Kamaluddin Munthe tadi telah kita dengar dan beliau sudah pernah dua kali menjabat sebagai kepala desa di sana,” ujar Bupati.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga sempat “berang” saat mendengar laporan Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup (LKLH) bahwa banjir bandang di Labura akibat penebangan hutan dan minta DPRD Sumut merekomendasikan agar mencabut semua izin terkait penebangan hutan di Labura.
“Saya minta izin segala apapun terkait kehutanan agar dicabut dan dievaluasi. Saya bicara soal kemanusiaan karena rakyat jadi korban,” tegas Zeira.
Karo Ops Poldasu Kombes Makmur Ginting menyebutkan, personel Poldasu sampai saat ini masih berada di lokasi bencana banjir terus mencari dua warga yang masih hilang. “Jika ada penyimpangan yang muncul berkaitan tindak pidana pada bencana banjir bandang di Labura, akan ditindak tegas. Tapi saat ini kami tetap fokus penanganan korban dan mencari dua warga yang hilang,” ujarnya.
Sebelumnya, Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup menuding di Kab. Labura telah terjadi pembalakan hutan secara liar tetutama di sekitar lokasi bencana. Hal itu dibuktikan dari banyaknya ditemukan potongan kayu gelondongan yang hanyut terbawa air dan menghantam rumah warga Desa Hatapang dan Pematang.
“Di Labura ada PT Labuhan Batu Indah yang memiliki izin. Namun kami menduga keras telah terjadi penebangan kayu di luar izin yang diberikan pemerintah. Terbukti dari tumpukan kayu yang ditemukan di lokasi bencana,” kata Sekjen BPN Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup, Irmansyah.
Apa yang terjadi di Labura masih kata Irmansyah, terjadi akibat penerbitan dan pengawasan terhadap izin PT LBI seperti izin lokasi, lingkungan dan izin usaha perkebunan budidaya tanam karet, lemah. Sehingga ada penebangan hutan di luar koridor yang diizinkan. “Hasil pengamatan dari lapangan, penebangan hutan telah terjadi hingga ke hutan produksi terbatas sesuai dengan SK Menhut 2088 tahun 2018,” ujarnya.
Setelah melalui berbagai perdebatan panjang antara anggota dewan, pemerintah dan masyarakat, RDP pertama pasca banjir bandang Labura itu mengambil empat rekomendasi dari Komisi B DPRD Sumut yakni meminta pemerintah segera menangani para korban bencana, membuat status bencana, peninjauan lapangan dan akan membentuk pansus.
“Yang paling penting kami harapkan polisi dalam hal ini Poldasu bertindak tegas dan mengangkut semua orang atau pihak yang terlibat dalam kerusakan hutan di Labura ditindak,” ujar Ketua Komisi B DPRD Sumut Viktor Silaen, diakhir acara.(dave)